Kamis, 04 April 2013

Security Berkuping Satu



Dengan mengenakan celana batik dan jaket berwarna putih blesteran biru muda, ku lihat Shofi mondar-mandir di depan kamarnya. Entah apa yang sedang dikerjakannya, sepertinya memang dia sedang kebingungan.

“kamu kenapa? Sakit?”

Tanyaku kepadanya ketika baru saja ku injakkan kaki di kost. Pertanyaan itu terlontar secara spontan saja, lantaran melihat kostumnya yang mengenakan jaket rada tebal di tubuhnya, pemandangan yang biasanya terjadi pada orang yang sedang sakit.

nggak kok, cuma bingung aja

Jawabnya, sembari masuk ke kamar sebelahnya yang bernomor 07, untuk nimbrung dengan anak-anak kost lain yang sedang asyik nonton televisi.

Sejurus kemudian, dia menceritakan bahwa dia jadi geli sendiri, karena seekor kucing telah tidur dengan nyenyak di kasurnya ketika dia sedang keluar.

Ya, sudah sekitar satu bulan ini, ku perhatikan memang ada security baru di kost yang baru ku tempati belum genap setahun ini. Security itu tak pernah lelah, karena setiap waktu –terutama malam, dia selalu berjalan mondar-mandir di lorong kost, entah berapa puluh kali. Dia adalah seekor kucing jantan liar berukuran sedang, berbulu putih, dengan blasteran orange keemasan sedikit pada badannya. Tidak terlalu kotor sebenarnya, tapi memang ada sedikit keganjilan pada tubuhnya yang membuat orang sedikit merinding, yaitu dia hanya memiliki satu kuping. Kucing yang berbau mistis, begitulah kesanku ketika pertama kali melihatnya

Masih ku ingat juga kejadian beberapa hari lalu. Pagi hari, ketika sedang asyik memelototi layar laptop, ku dengar suara kresek-kresek, suara yang timbul dari sebuah plastik hitam yang sedang berusaha dibuka untuk dimasuki sesuatu ke dalamnya, atau sesuatu sedang berusaha dikeluarkan darinya.

Dan benar saja, ketika ku longokkan kepalaku keluar melalui jendela, ku dapati si kuping satu itu sedang begitu bersemangat meng-orak-arik sampah di depan kamarku. Dia berusaha mengais sisa-sisa tulang ikan lele yang menjadi santapanku semalam. Ah, kasian sekali. Ya sudah, lalu ku biarkan saja dia menyelesaikan sarapannya pagi itu dengan nikmat. Walaupun meninggalkan sampah yang bercecer-cecer tak keruan di depan kamarku, sehingga membuat lantai kost yang semula berwarna putih, kemudian menjadi putih dengan bercak-bercak warna coklat yang berasal dari kaisan sampah hasil kreasi si kuping satu itu.

Ku masukkan lagi kepala dan badanku ke kamarku, demi meneruskan pekerjaanku pagi itu. beberapa menit kemudian, ku longokkan kembali kepalaku melalui jendela, dan tak ku dapati si kuping satu itu berada di situ. Berarti dia sudah meneruskan kembali ‘jihad’nya mencari makanan, pikirku. Segera ku ambil sapu dan kain pel, untuk membersihkan sampah uraian si kuping satu itu.

“aku mau beli sprai baru ah, risih aku”

Terdengar suara Shofi memberikan kesimpulan akhir dari proses panjang curhatnya, yang sontak membuyarkan lamunanku terhadap si kucing itu. Kemudian, ku tawarkan diriku untuk menemaninya membeli sprai baru.

Detik itu juga ku lihat shofi mengemasi sprai yang melekat pada kasur busa tipisnya itu. dan pada malam itu juga, dia memacu kuda mesinnya menuju sebuah supermarket terdekat dari tempat kami, untuk mencari satu barang; sprai baru.

Ku temani saja dia, dan setelah beberapa menit berkeliling, akhirnya kami berhasil menemukan sebuah sprai berwarna biru dan bermotif Doraemon, di sebuah rumah sederhana di gang sempit sudut kota.


Beberapa hari berikutnya

“aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” terdengar sebuah lengkingan yang begitu mengagetkan di malam itu.

Aku dan teman-teman yang baru saja merebahkan tangan setelah makan, segera berjalan menuju sumber jeritan tersebut. Ternyata itu hasil jeritan Riris –salah satu penghuni kos, tatkala melihat seekor kucing yang dengan santainya dan tanpa rasa berdosa sama sekali, tidur di atas kasurnya, dengan posisi telentang.

Seketika tawaku dan teman-teman pecah melihat kejadian itu, sehingga membuat situasi kost malam itu menjadi sedikit gaduh. Bercampur aduk antara tawa penghuni kost, juga ratapan sedih Riris lantaran rasa gelinya yang belum hilang itu.

Belum reda juga emosi dan ratapannya, kemudian diambilnya handphone pada saku celananya. Setelah mencari kontak yang ditujunya, segera ia arahkan handphone-nya itu ke telinga. Dan, dimulailah percakapan dengan ‘ojob’nya itu..

“aduh yankmasa kamarku habis dimasukin kucing coba, mana dia tidur di kasurku lagi. Udah gitu kucingnya njijik’i banget e, sukanya ngorek-ngorek sampah, eh barusan malah tidur di kasurku”

Terdengar rengekan panjang dan manjanya itu kepada ojobnya. Mendengar itu, ku arahkan mataku kepada teman-teman di sekelilingku. Alamaaak Dan dengan menggunakan bahasa isyarat, mata kami semua pun saling berpandangan heran dan ingin rasanya tepok jidad mendengar rengekan yang sedikit alay itu.

Terdengar lagi perckapannya,

“iya nggak tautadi aku lupa nutup pintu kamar soale

Tebakanku, mungkin saja ojobnya menanyakan kronologis kenapa kok kucingnya bisa bertengger di kasurnya itu.

Kembali ku tarik kedua mataku untuk ku tabrakkan secara paksa, dengan mata teman-temanku. Dan kami pun kembali berbicara dengan bahasa isyarat mata. Sambil dalam hati berteriak, Gusti. alay sekali ni anak.

Setelah itu, ku lihat dia menutup edisi curhatannya dengan sang ojob via telpon, dengan masih memanyunkan bibirnya lantaran rasa kesalnya yang belum juga hilang, walaupun telah menelpon sang pujaan hati.

“sudah nggak papa, orang cuma kucing doang to. Segera ambil sprai-mu itu, kemudian rendam dan cuci besok kalo emang masih geli. Biar segera bersih”

Dengan sedikit rada jengkel melihat tingkahnya yang bagiku sedikit alay, ku katakan hal itu kepadanya. Mencoba memberi saran sebijak mungkin. Bagaimanapun, naluriku masih bergerak meskipun hanya kepada seekor kucing liar berkuping satu itu. Dan masih cukup terngiang juga di telingaku, salah satu kandungan NDP (Nilai Dasar Pergerakan) salah satu oraganisasi yang telah ku geluti cukup lama, yang mengajarakan kita untuk menjaga hablun minal ‘alam (menjaga tali kasih sayang terhadap alam). Hewan termasuk bagian alam bukan?

Toh kejadian itu juga bukan kesalahan hewan seutuhnya. Manusia juga turut serta menyumbangkan kesalahannya dalam hal ini. Kembali ku katakan kepadanya:

“makanya, kalo keluar tu pintu mbok yo ditutup, kalo emang gak mau ditiduri kucing lagi”

“tadi cepet-cepetan e mbak Ira kilahnya.

“ya sudah, berarti memang tuh kucing niat menjelajahi semua kamar. Kamarku udah, shofi udah, Siti juga udah. Nah, sekarang giliran kamu

Sembari tertawa ku katakan hal itu kepadanya.

“lagian njijik’i banget e mbak kucingnya itu, udah hobinya mengorek sampah, trus suka masukin kamarnya orang sembarangan lagi”

“ya ampun Ris Kok segitunya sih kamu marahnya. Mana dia paham juga masalah etika dan moral, namanya aja kucing. Jalan satu-satunya buat dia mendapatkan makanan kan dengan membongkar sampah to? Ya kalo emang gak pengen dia membongkar seluruh isi sampah demi untuk mengisi perutnya, mari kita semua patungan, dan berikan dia makanan rutin setiap hari. Trus juga kita buatin rumah dan sediain kasur buat dia, biar dia gak masuk kamar orang sembarangan”

idih, ogah banget lah mbak. Orang buat makan sehari-hari aja ngepas. Gimana mau ngingoni kucing”

“nah lho, ya sudah kalo gitu jangan salahkan kucing itu. kalo emang kita gak bisa berikan dia makanan rutin, minimal sisain lah sedikit buat dia ketika kita makan, dan kita juga kudu bisa mengatur emosi kita, jangan asal marah-marah doank, tapi tanpa memperbaiki keadaan. Bagaimanapun dia juga berhak hidup lho Ris, dan salah satu jalannya buat bertahan hidup ya makan. Sekarang aku Tanya, dia mau dapat makan dari mana coba kalo gak ngorek-ngorek isi sampah? Gak ada kan?”

“iya juga sih mbak

Ku perhatikan dia terlihat sedikit tertunduk dan sedikit lebih tenang sambil mungkin merenungi akan kesalahannya dari kejadian malam itu.


***


Jogja, 04 April 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar